Soal Diri # 02

Oleh : Agung Bawantara

http://budidayanews.blogspot.com
Dirimu serupa padi. Dari setitik lembaga yang bertapa di antara gula dan pati. Sebentuk sujud rasa manis yang khusuk.  Di depan ada perspimpangan jalan dengan tiga cabang. Jika menuruti cabang pertama, kau akan busuk. Mula-mula aura manismu memudar dan bertukar pendar. Cahayanya redup dan warnanya menua menyambut antek-antek waktu melengkapi ujung riwayatmu. Di belakang sang antek, sepasukan pengurai trengginas mengubah setiap rasa menjadi pahit dan seluruh aroma menjadi sangit. Nyaris semua pejalan menghindari cabang ini.  Sebab kau akan seperti tanpa guna dan miskin makna.  Padahal, di jalur itu kau diolah jadi rabuk: diri yang hancur demi yang tumbuh jadi subur.

Menuruti cabang kedua,  perjalananmu akan penuh warna. Kau akan bertualang ke negeri-negeri penuh gejolak. Di sana ada banyak lorong. Masing-masing dengan pemandu yang gesit. Bisa jadi kau langsung ditanak dan  dinobatkan sebagai pangeran. Dikawal dengan sepasukan aroma dan puluhan dayang cita rasa, kau diarak dalam karnaval ingar-bingar.  Bisa jadi pula kau langsung ditumbuk di sekolah-sekolah penuh gairah. Setelah lembut hatimu, rasa gurih dan manis entah dari perguruan mana akan menyambut dan mengajakmu berdiskusi. Setelahnya kalian akan bersenyawa dalam sebuah tim tegur-sapa.  Ada juga lorong-lorong yang lain. Semuanya membawamu ke lumbung-lumbung di lambung. Di situ selapis demi selapis kau diperah jadi darah. Darah menguap jadi gerak. Gerak menyublim jadi air, mengalir ke kali-kali pori dan parit-parit kelamin. Yang mengeras, jadi tahi dan mujur di dubur. Pada saat itu, kau akan merindukan para pejalan yang memilih cabang pertama. Sebab timbul keinginnanmu  menjadi pupuk: diri yang hancur demi yang tumbuh jadi subur.

Menuruti cabang ketiga, jalanmu akan  panjang penuh cobaan. Mula-mula kau harus menyusut untuk menyuat jadi tunas.  Saat itu doamu harus tulus dan tak putus. Agar cinta terus merendammu. Sehingga riwayat batang dan daunmu terus meninggi dan melebar.

Jangan lupa, kau perlu teman untuk mengipat  ulat-ulat galau yang mengerikit daun-daun kesabaranmu, gulma-gulma kedengkian yang menghisap hara hari-hari pengabdianmu, serta hama-hama nama yang membuat harga dirimu kerdil dan meranggas.

Setelah selamat menumbuhkan putik, dzikirmu harus terus berlanjut. Serangga-serangga preman siap memalak dan membegal ribuan harapan yang tengah kau bulirkan.  Kau tetap butuh siraman cinta.  Yang memeluk dan melindungimu hingga bulir-bulirmu lahir.

Belum usai.  Kini kau perlu gelora penghalau burung-burung keserakahan yang dengan cericit cerewetnya  menggasak nuranimu hingga kau tua sia-sia.  Tetaplah kukuh hingga kehidupan memanen jurai-jurai persembahanmu. Setelah itu luluhlah jadi rabuk: diri yang hancur demi yang tumbuh jadi subur. Maka, setelah kau,  kehidupan-kehidupan baru yang menyuat melalui pertapaan panjangmu niscaya akan bertapa pula sepertimu. Di depan mereka juga akan ada perspimpangan jalan dengan tiga cabang!


Post a Comment

Previous Post Next Post