Ngakan Karja, Jamu, dan Petuahnya

Ngakan Karja namanya. Tak jelas berapa persis umurnya. Yang pasti, ketika tentara Dai Nipon mendarat di Bali, usianya baru tujuh bulan. Jadi, saat ini kira-kira 73 tahun sudah usia direguknya. Tapi tenaga Dewa Karja masih seperti umur 40-an. Saban hari ia masih kuat berlari mengelilingi lapangan sepak bola di GOR Ngurah Rai. Begitu turun gelanggang, ia akan mengelilingi lintasan di luar lapangan itu sebanyak delapan putaran, bahkan lebih!

Ngakan Karja pernah hidup makmur dari gajinya sebagai polisi dan kerja sampingan di luar dinas. Ia kemudian terpuruk dan bangkrut karena sesuatu yang ia rahasiakan hingga harus pergi ke hutan Sulawesi untuk menyambung hidup. Ketika kembali ke Bali, ia memulai usaha dari nol dan berhasil. Kini, putranya memiliki apotek, pusat kebugaran, dan rumah kos bertarif Rp1,5 juta per kamar per bulan di Jalan Tukad Balian, Panjer, Denpasar Selatan. Sejak awal 2015, ia merintis lagi sebuah rumah makan dengan menu ikan bakar khas Serangan di jalan Kemuda, Penatih, Denpasar Utara.

Setiap pagi Ngakan Karja berlari di GOR Ngurah Rai sembari berjualan jamu yang oleh teman-temannya dilabeli "Jamu Anti Peluru". Saya memotret sebagian aksinya menyuguhkan jamu untuk pelanggan. Per gelas ramuan berbahan gingseng, buah anggur, kunyit putih, kunyit hutan, dan dua kuning telur bebek itu ia bandrol dengan harga Rp15 ribu.

"Kalau satu telur, sepuluh ribu saja," katanya sambil ngakak. Ngakan Karja memang mudah tertawa. Bercakap-cakap dengan siapa pun ia pasti sempat menunjukkan tawa lepasnya.

Ketika berbincang dengannya sembari berlari mengelilingi lapangan, dia berujar pada saya: "Di saat bangkrut, anda akan menyadari bahwa hidup sesungguhnya adalah upaya mengatur pola makan, pola pikir, dan pola hidup itu sendiri." ‪[]









*Ini status FB Agung Bawantara pada 6 Pebruari 2015

Post a Comment

Previous Post Next Post