Mimer, Pangeran Pemberani


Ini kisah tentang seorang pangeran di sebuah kerajaan makmur. Pangeran Mimer namanya. Pangeran berparas sangat tampan. Otaknya cerdas dan cemerlang. Tubuhnya tegap dan gerakannya menawan. Setiap yang melihatnya pasti terpesona.

Sang Pangeran kini memasuki masa belajar. Oleh ayahandanya dia dikirim ke sekolah khusus para pangeran. Sekolah di mana para calon raja dididik dan dikuatkan jiwanya. Di situ, selain mendapat berbagai pengetahuan, Sang Pangeran juga akan mendapat gemblengan mental.

Untuk bersekolah Pangeran tidak diantar dan dijemput, melainkan tinggal di asrama yang berada di kompleks sekolah. Berangkat dan pulang harus ia tempuh dengan berjalan kaki.Di asrama itu ia mendapat sebuah kamar yang ukurannya tidak terlalu luas dan segala sesuatunya harus diurus sendiri. Merapikan tempat tidur, menyapu lantai, menata rak buku, dan sebagainya, semua harus dilakukan sendiri. Singkat kata, di situ Pangeran Mimer diperlakukan sebagai murid biasa, bukan sebagai pangeran yang memiliki segala kemudahan.

Saat melepas Sang Pangeran pergi, Raja berkata pada puteranya itu bahwa beliau sangat bangga terhadapnya.

“Kau adalah pangeran perkasa kesayanganku. Kau membuat aku dan seluruh dunia bangga karena kau selalu riang dan sanggup mengatasi segala persoalan. Di sekolahmu yang baru kau akan mendapat lebih banyak lagi pelajaran tentang banyak hal,” ucapnya.

Malam pertama berada di asrama sekolah, Pangeran Mimer terkejut luar biasa. Suasana gedung dan kamar asrama tidak terang-benderang macam di istana.  Apalagi menjelang tengah malam, sebagian lampu gedung dipadamkan untuk menghemat bahan bakar. Suasana pun menjadi begitu gelap. Pangeran Mimer tak dapat tidur karena takut. Setiap memejamkan mata, ia merasa ada sosok seram muncul dari kegelapan. Berkali-kali ia bangkit dan membelalakkan mata untuk meyakinkan bahwa sosok mengerikan tersebut tak mengganggu dirinya. Hingga pagi datang, Pangeran Mimer tak sempat beristirahat sekejap pun.

Esoknya, Pangeran Mimer melaporkan kejadian semalam pada Kepala Asrama. Ia mengatakan bahwa kamarnya berhantu dan ingin pindah ke kamar lain.

“Di kamar itu hantu-hantu terus menggangguku sehingga aku tidak dapat tidur sedetik pun!” ucapnya.

Laporan Sang Pangeran hanya ditanggapi dengan senyum oleh  Kepala Asrama. Permintaannya untuk pindah kamar tak dikabulkan. Dengan merangkul pundaknya, Kepala Asrama mengajak Sang Pangeran kembali ke kamar dan memeriksa seluruh sudut ruangan untuk menunjukkan betapa bersih dan terawatnya kamar itu.

“Kamar senyaman ini mestinya membuatmu senang. Hantu hanya ada di pikiran yang gelisah. Kalau kau tenang hantu tak akan muncul,” ucap Kepala Asrama.

“Tapi di sini gelap!” sergah Pangeran.

“Bukan gelap, tapi tidak terlalu terang seperti di istana. Semua kamar di sini seperti itu. Selama ini semua berjalan baik-baik saja,” jawab Kepala Asrama.

“Tapi aku benar-benar melihat hantu itu semalam!”

“Baiklah. Kalau pun itu benar, tidakkah kau tahu bahwa dirimu lebih perkasa dari mahluk bayangan macam itu? Tidakkah kau tahu bahwa kau dapat dengan mudah menundukkannya?”

“Mudah katamu?”

“Ya, mudah. Semudah melakukan hal-hal menyenangkan macam membaca buku, melukis, atau berolahraga.”

“Aku tak percaya! Aku mau pindah kamar.”

“Buktikan dulu. Nanti kau pasti merasakan betapa mudahnya menjadi pemberani,”  ucap Kepala Asrama sambil beranjak pergi. Di ambang pintu ia membalikkan badan untuk memberi tahu Pangeran bagaimana cara mudah mengatasi rasa takut saat berada di ruangan yang gelap.

Malam harinya, peristiwa malam sebelumnya terulang lagi. Bayangan seram muncul setiap kali Pangeran Mimer berbaring dan memejamkan mata. Rasa takut yang amat sangat pun langsung menyebar ke seluruh pori-pori Sang Pangeran. Sekujur tubuhnya merinding. Namun, teringat ucapan Kepala Asrama siang tadi, Sang Pangeran mengambil buku cerita favoritnya dan membacanya hingga tuntas. Keriangan yang didapat dari bacaan itu membuat hati Pangeran lebih tenang dan lebih kuat dari sebelumnya. Kata Kepala Asrama, jika tak ada buku bacaan, kau dapat menggantinya dengan aktivitas lain yang kau sukai. Bersenandung, misalnya. Atau, apa saja yang dapat membuat hatimu tenang.

Seusai membaca buku, seperti saran Kepala Asrama juga, Pangeran Mimer berdiri tegak di sisi ranjang sembari membayangkan dirinya menangkap hantu-hantu yang bersembunyi di balik kegelapan dengan kedua telapak tangannya.  Semua hantu yang tertangkap itu kemudian ia remas kuat-kuat. Lalu, sambil tetap membiarkan kedua telapak tangannya mengepal sangat erat, Sang Pangeran melangkah mendatangi sudut-sudut gelap di kamarnya itu. Satu persatu tempat yang membuatnya takut ia datangi. Mula-mula belakang lemari, lalu kamar mandi, kemudian pojokan di dekat pintu, dan terakhir, kolong tempat tidur. Di masing-masing tempat itu pangeran Mimer berdiam cukup lama. Begitu merasa takut, segera ia mengeraskan kepalan tangannya seolah meremas lebih keras lagi hantu yang ada di dalamnya. Sampai sebegitu lama, tak ada sesuatu yang membuat dirinya terusik. Semuanya baik-baik saja. Jadi, ucapan Kepala Asrama benar. Bahwa rasa takut pada kegelapan timbul dari pikiran yang tak tenang. Itulah yang membuat orang lupa bahwa setiap tempat adalah indah semata. []

~ o ~

    CATATAN BAGI ORANGTUA
  • Dongeng ini ditulis Agung Bawantara untuk membantu menangani anak yang takut kegelapan.
  • Setelah bercerita, jangan menyimpulkan. Biarkan anak mencerna sendiri isi dan moral cerita.
  • Upayakan anak tak merasa dirinya disindir oleh cerita.
  • Perlambat membaca dan beri tekanan yang lebih tegas pada kalimat yang diberi high light. Bila perlu diulang. Ingat, jangan sampai si anak merasa sengaja disindir dengan kalimat itu. 

Post a Comment

Previous Post Next Post