Cerita Tentang Nata yang Membalik Keadaan

Pertandingan partai ke-enam dalam Kejuaraan Catur Daerah Bali, 15-17 Juni 2015 di GOR Sweca Pura Klungkung, sungguh sesuatu yang luar biasa bagi Sembah Ning Hanata, anakku. Mula-mula ia yang kebagian memainkan buah hitam unggul posisi atas lawanya. Tapi, karena lengah ia salah melangkah dan terancam kalah. Posisi bidak-bidaknya lemah setelah satu perwiranya dilalap lawan.

Rupanya Nata telah mengulangi apa yang kerap dilakukan orang-orang yang cepat puas pada keunggulannya. Kini, setiap langkah yang hendak ia jalani berpeluang besar membawa akibat fatal.

Frustasi karena kehilangan akal, Nata bangkit dari kursi. Kepada lawannya ia pamit ke kamar kecil. Tapi, 20 menit berlalu, Nata tak kunjung kembali. Ibunya yang menyaksikan pertandingan dari Tribun Barat, gelisah dan bertanya-tanya. Ketika sepuluh menit berikutnya berlalu dan Nata belum juga datang, ibunya pun pergi menyusul.

Rupanya Nata tak di kamar kecil melainkan di pojok ruangan tak jauh dari tempat buang hajat besar-kecil itu. Di sana ia tertunduk sambil menangis.

“Adik akan kalah,” isaknya begitu ibunya menghampiri dan menyentuh pundaknya.

“Belum tentu,” balas ibunya.

“Adik kalah perwira, kalah posisi.”

“Tapi belum tentu kalah di akhirnya. Masih ada peluang menang.”

“Kalau adik kalah, adik tak mungkin jadi juara.”

“Ya, tapi adik harus melanjutkan pertandingan dengan sebaik-baiknya.”

Nata tetap terisak.

“Oke. Adik pasti tertekan. Adik harus lepaskan itu. Tidak dengan menangis, tapi berdoa. Mohon agar Tuhan membesarkan hatimu, menuntunmu supaya bisa melangkah sebaik-baiknya.”
Butuh lebih dari lima menit untuk mengembalikan kepercayaan diri Nata. Tapi begitu kembali ke arena, Nata sudah tampak tegar. Dari jauh ia tampak tenang saat berpikir sebelum melangkahkan bidak-bidaknya.

Dan, di langkah ke sekian, kejutan terjadi. Nata membalik keadaan. Ia memereteli satu persatu bidak lawan untuk akhirnya mengunci langkah raja lawan. Skak mat! Nata unggul.

Lawan yang tak menyana situasi akan berbalik, langsung sock. Ia menangis dan tak segera menyambut uluran tangan Nata untuk bersalaman sebagaimana yang lazim dilakukan pada akhir setiap pertandingan.
Di luar arena, ketika sang ibu menyongsong kehadirannya, Nata berucap lirih: “Terima kasih ibu, sudah membesarkan hati adik.”

Nata terisak saat ibu memeluknya. Beberapa bapak dan ibu dari pecatur yunior kontingen Denpasar yang berada di dekat situ tersenyum menyaksikannya.

Setelah unggul kembali di babak ke-tujuh, Nata berhasil meraih Juara 3 Kelompok Yunior E Putra. Dalam keseluruhan proses itu, kukira ia mengalami banyak pengalaman penting…[]

Post a Comment

Previous Post Next Post