Nasehat Konfusius dan Sekolah Dongeng Nadia Lalak




Perempuan itu sungguh terpesona pada tiga baris kalimat yang baru saja dibacanya. Ia tertegun beberapa saat karenanya. Berkali-kali diulanginya membaca baris-baris kalimat sederhana itu. Kemudian, setelah merenung beberapa lama, ia pun memutuskan untuk mendirikan sekolah anak-anak yang berorientasi pada dongeng-dongeng tentang lingkungan.

Nadia Lalak nama  perempuan itu. Ia seorang psikolog, konsultan lanskap, dan belakangan menjadi pendidik ilmu lingkungan.  Tahun 1999 saat itu, di mana sebagian negara di dunia mengalami krisis moneter, dengan uang tabungannya sendiri ia mendirikan sekolah anak-anak yang pelajarannya sebagian besar adalah dongeng. Adapaun dongengnya semuanya menyajikan kisah-kisah dengan latar bentang alam dan lingkungan hidup. Tujuan dari upaya Nadia ini sangat tegas: membangun kepedulian anak-anak terhadap lingkungan, menginspirasi kesadaran ekologi, mefasilitasi dan mendekatkan anak  pada pengalaman tentang lingkungan, serta membangun kesadaran mereka mengenai ruang di muka bumi.

Dengan segala sumberdaya yang ia miliki berikut semak-semak di sekitar sekolah yang sengaja ia rawat,  Nadia mengenalkan anak-anak pada pengalaman langsung mengenai lingkungan alami. Melalui dongeng-dongeng berlatar hutan semak itulah ia mengantarkan anak-anak membentuk pengertiannya sendiri  tentang bentang alam, hubungan yang saling kait-mengait yang terjadi di alam, dan dampak dari urbanisasi terhadap keseimbangan alam.

Lalu, tiga baris kalimat macam apa yang memesona Nadia dan membuatnya sangat yakin menjalani itu semua? Tak lain, kalimat Konfusius yang berbunyi begini:

Ajari aku dan aku akan lupa
Tunjukkan padaku dan aku akan ingat
Tetapi libatkan aku dan aku akan mengerti


Kemudian soal pilihan membuat sekolah (penuh) dongeng? Sederhana saja. Bagi Nadia dongeng adalah bagian integral dari proses pelibatan anak-anak dalam proses memahami lingkungan. Menurutnya, belajar di keluar kelas, di alam terbuka, justru membuat anak-anak menunjukkan respons yang antusiastik dan memberi interpretasi- interpretasi kreatif tentang bentang alam dan isu-isu ekologi. Belajar sambil terlibat langsung dalam aktivitas menyenangkan seperti sulap, mendongeng, dan permainan-permainan lain yang menyenangkan membuat mereka langsung menyerap pesan lingkungan yang terselip di dalamnya.


Sumber:
Goergo W. Burns : 101 Healing Stories for Kids and Teens - Using Metaphor in Teraphy

Post a Comment

Previous Post Next Post