Dongeng karya Agung Bawantara
Di sebuah pekarangan kecil yang dikelilingi bunga-bunga indah, hiduplah serumpun Rumput Teki bernama Tekila. Ia selalu merasa dirinya tak diinginkan. Setiap kali seseorang melihatnya tumbuh, tangan-tangan manusia dengan sigap mencabutnya tanpa ragu. Namun, Tekila memiliki rahasia yang membuatnya tetap bertahan di pekarangan itu: akar-akarnya yang kuat mencengkeram tanah, lebih dalam daripada yang disadari manusia.
Tekila sering mendengar percakapan bunga-bunga di sekitarnya. Mawar merah yang angkuh, melati yang harum, dan anggrek yang anggun selalu membicarakan keindahan mereka. Tekila hanya bisa mendengar dengan hati yang tertunduk.
"Rumput itu hanya pengganggu," ujar Mawar suatu hari. "Lihat betapa tak indah bentuknya!"
"Ia memang tak memiliki harum seperti kita," tambah Melati.
Namun, Anggrek yang bijaksana hanya tersenyum. "Kita semua memiliki peran di dunia ini," katanya lembut. "Mungkin kita belum memahami apa peran si rumput teki."
Musim hujan pun tiba. Hujan turun deras, membasahi tanah, menghidupkan setiap tumbuhan. Tekila merasakan tubuhnya tumbuh dengan cepat. Ia berkembang biak dengan semangat, akarnya semakin kuat menjalar ke seluruh pekarangan. Di saat yang sama, angin badai mulai bertiup kencang. Pohon-pohon kecil tumbang, kelopak bunga-bunga pun berguguran. Mawar, Melati, dan Anggrek mulai cemas.
Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Akar-akar Tekila yang menjalar ternyata mengikat tanah dengan kuat, mencegah longsor dan menjaga keseimbangan pekarangan. Ketika air hujan mulai mengalir deras, akar-akarnya menjadi penahan yang melindungi bunga-bunga indah itu dari hanyut.
Setelah badai reda, pekarangan itu tetap utuh. Mawar yang dulu angkuh kini menunduk, berkata dengan malu, "Kami salah menilaimu, Tekila. Kau memang tidak seindah kami, tapi tanpa akarmu, kami mungkin sudah lenyap."
Tekila tersenyum dengan lembut, walau ia tahu hari-hari berikutnya akan tetap penuh tantangan. "Aku hanya menjalankan tugasku," jawabnya. "Setiap makhluk punya peran, bahkan yang terlihat sederhana seperti aku."
Sejak hari itu, bunga-bunga di pekarangan mulai menghargai keberadaan Rumput Teki. Dan Tekila, meskipun sering dicabut oleh manusia, tetap tumbuh dengan semangat, karena ia tahu bahwa akarnya membawa manfaat yang tak terlihat.