Pangeran dan Jamur Ungu

Seorang pangeran bertamasya ke sebuah hutan kota milik kerajaan.  Di tengah hutan itu ia bermain dengan bebas. Mengejar kupu-kupu, berlompatan di batu-batu, bergulingan di padang rumput, dan memetik beraneka macam buah. Inilah acara yang paling digemarinya setiap hari liburan sekolah.

Saat berlarian jauh ke pelosok, di sebuah sudut yang rimbun, Pangeran menemukan sebuah tanaman kecil berwarna ungu.  Tanaman itu tumbuh di sela akar sebuah pohon besar yang telah mati. Kilauan warna ungunya yang menakjubkan membuat Pangeran tertarik untuk melihatnya. Ia pun  mendekat untuk mencermati tumbuhan yang belum pernah ia lihat sebelumnya itu. Rasa kagum dan ingin tahu yang besar membuat Pangeran tidak mengindahkan peringatan pengawalnya agar tak sembarangan menyentuh hal-hal aneh yang terdapat di hutan itu.

“Menurut cerita yang pernah hamba dengar,  sudut ini dikenal sebagai tempat tumbuhnya beberapa tanaman beracun,” ucap si pengawal.

Namun pangeran sudah terlanjur melangkah menurutkan rasa ingin tahunya. Ia tak menyadari bahwa ternyata tumbuhan ungu itu adalah jebakan yang dipasang Penyihir Jahat yang iri melihat ayahanda Sang Pangeran berhasil menyejahterakan negerinya. Ketika pangeran menyentunya, tumbuhan ungu itu menyemburkan serbuk beracun dari sela-sela ketiak daunnya. Pandangan Sang Pangeran sempat nanar karenanya. Untung ia segera baik dan dapat pulang kembali ke istana.

Keesokan harinya, pengaruh racun mulai bekerja pada diri Pangeran. Ia tidak merusak badan Pangeran, tetapi pikirannya. Sejak pagi itu, Pangeran jadi enggan tampil rapi. Dia senang tampil acak-acakan. Hanya ketika menghadap ayahandanya saja dia berusaha tampil rapi. Setelah itu, ia akan awut-awutan lagi.

Suatu hari, raja pergi  untuk urusan kerajaan yang sangat penting. Beberapa daerah di pinggiran wilayah kerajaan mengalami masalah berat. Karena masalah yang dihadapi tidak mudah, raja memutuskan turun langsung untuk mengatasinya. Tentu itu memerlukan waktu berpekan-pekan.  Selama raja tak pulang, kendali kerajaan diserahkan pada Ratu.

Saat itulah Sang Pangeran merasakan kebebasan untuk membiarkan dirinya awut-awutan. Tidak memotong rambut, tidak memotong kuku, tidak membersihkan telinga. Pokoknya, dia membiarkan dirinya acak-acakan meskipun Ratu berkali-kali menegurnya.

“Kau tampak tidak elok, Pangeran,” ucap Ratu saat memerintahkan Pangeran merapikan dirinya.

“Maaf bunda, nanda merasa senang begini. Setidaknya sampai ayahanda pulang,” jawab Pangeran membujuk ibundanya.

Ratu yang sedikit memanjakan Pangeran hanya menghela nafas panjang. 

“Tapi ingat, tampil rapi akan membuatmu nyaman. Untuk itulah orang perlu mandi, merapikan rambut, memotong kuku, dan membersihkan telinga,” ujar Sang Ratu sebelum meninggalkan Pangeran.

Berhari-hari setelah itu Pangeran menikmati kebebasannya untuk tampil acak-acakan. Ia tak menyangka bahwa jika rambut dan kukunya tak dirawat selama lebih dari tujuh hari, maka kutukan dalam racun tumbuhan ungu akan bekerja lebih dahsyat, dalam sehari rambut dan kuku Pangeran akan memanjang seratus kali lebih cepat dari biasanya! Dinding rongga telinganya pun akan berkerak lebih cepat dari sebelumnya.

Benar saja pada hari ke-delapan, dalam sehari rambut Sang Pangeran memanjang sejengkal. Tiga hari berikutnya, panjang rambutnya sudah sebatas pinggang. Dua hari lagi rambut Pangeran akan sebatas lutut! Jika rapi, hal itu tidak terlalu merisaukan. Tapi dengan kondisi acak-acakan, rambut itu tampak menjijikkan. Kuku jari tangan dan kaki Pangeran juga tumbuh sangat cepat.  Dalam tiga hari kuku-kuku itu sudah sangat panjang dan hitam seperti kuku mahluk buas.

Dinding telinganya yang mengerak dengan sangat cepat membuat sang pangeran sulit mendengar. Saran, nasehat, dan mantera yang diberikan oleh tabib istana untuk mengatasi keadaan ini tak dapat didengarnya.  Dan, persoalan menjadi lebih parah lagi, karena rambut dan kuku Pangeran tidak dapat lagi dipotong dengan gunting biasa. Harus dengan gunting khusus yang entah siapa pemiliknya.

Sang Pangeran bingung luar biasa. Ia merasa dirinya tengah diarahkan menjadi mahluk aneh yang mengerikan dan tak seorang pun akan mampu menolongnya. Dalam kebingungannya Pangeran berusaha untuk tetap tenang. Hal itu ia lakukan karena teringat pesan ayahandanya bahwa dalam keadaan sulit yang mula-mula harus dilakukan adalah menenangkan diri. Panik akan membuat situasi bertambah buruk.

Setelah tenang, diam-diam Pangeran masuk ke perpustakaan pribadi ayahandanya. Di situ ia menelisik buku demi buku untuk menemukan rahasia melawan kekuatan jahat. Akhirnya, dalam sebuah kitab kuno rahasia itu ia temukan.

Mula-mula, menurut buku itu, pangeran harus membayangkan dirinya rapi dan bersih. Setelah itu barulah membaca mantera: “Wahai tubuh… wahai diri…  jika kau rapi…. jika kau bersih…. jiwa akan bersih…. cahaya sakti akan memancar cemerlang….,” demikian bunyi mantera itu.

Menurut petunjuk dalam kitab, mantera tadi harus dibaca berulang-ulang agar kekuatannya terus  bertambah. Pangeran patuh. Dia mengulangnya berkali-kali.

Wahai tubuh… wahai diri…  jika kau rapi…. jika kau bersih…. jiwa akan bersih…. cahaya sakti akan memancar cemerlang…

Pada pengulangan ke-sembilan, cahaya cemerlang benar-benar memancar dari dalam diri Pangeran. Sejurus dengan itu ia merasa risih melihat penampilannya sendiri yang acak-acakan. Segera ia kembali ke kamarnya untuk mengambil peralatan bercukur.  Di kamar, begitu gunting cukur ia sentuh, benda itu jadi turut bercahaya. Alat yang tadinya tak sanggup memotong rambut Pangeran, kini berubah tajam dan dengan mudah memangkas rambut gimbal itu. Begitu juga gunting kuku dan alat pembersih telinga, keduanya langsung bekerja baik begitu cahaya dari telapak tangan Pangeran menyentuhnya. 

Segera Pangeran memberikan peralatan-peralatan itu kepada abdi kerajaan.  Dengan peralatan yang telah berubah menjadi sakti itu abdi memangkas rambut, memotong kuku, dan membersihkan telinga Pangeran. Tak berapa lama, semuanya bersih. Pangeran kembali rapi dan tampan. Setelah mandi dan bersih-bersih, hatinya merasa sangat nyaman dan bahagia.[]

~ o ~

    CATATAN BAGI ORANGTUA
  • Dongeng ini ditulis Agung Bawantara untuk membantu menangani anak yang enggan rapi.
  • Setelah bercerita, jangan menyimpulkan. Biarkan anak mencerna sendiri isi dan moral cerita.
  • Upayakan anak tak merasa dirinya disindir oleh cerita.
  • Perlambat membaca dan beri tekanan yang lebih tegas pada kalimat yang diberi high light. Bila perlu diulang. Ingat, jangan sampai si anak merasa sengaja disindir dengan kalimat itu. 

Post a Comment

Previous Post Next Post