Oleh : Agung Bawantara
Kerap kali, kau baru tersadar bahwa kekasihmu telah memberi kaki-kaki terbaik ketika duri menelusup di telapak. Apalah yang lebih layak selain ucapan terimakasih atas setiap duri, kecil atau besar, itu?
Jika kau uruti, urat-urat betis telah mengayuh hidupmu jutaan mil jauhnya. Bahkan lebih. Seberapa ingatkah kau pada terminal-terminal yang pernah kau singgahi? Di situ helaan-helaan nafasmu tertinggal.Berjibun bersama ribuan pelajaran penting tentang angin yang bersahabat tanpa pura-pura dengan paru-parumu.
Jika kau telisik, telusuk riwayat moyangmu jauh masuk hingga ke rusuk yang memagari jantungmu. Adalah mudah bagimu mengirim bunga doa lewat lajur-lajur di jalur itu. Tapi kerna sepanjang tidur dan jagamu, pelan-pelan telah kau pilin ayat-ayat ingatan menjadi rajutan yang seolah-olah tertata, maka tertatih-tatihlah kau merunut asal mulanya.
Sesungguhnya, menyadari telapak, tak begitu susah. Jadilah sederhana, tuntaslah sudah. Tetapi, menjadi sederhana begitu rumitnya. Kerna kau tak tekun menandai alamat-alamat di mana kau pernah singgah dan menitipkan kisah. Sementara untuk membuangnya, kau terlalu sayang pada setiap bagian yang telah menjadi sejarah dan berhala yang kau asapi dengan wangi angan-anganmu.
Tentu, tak perlu lumpuh layuh untuk mensyukuri betapa telapak kakimu yang berdebu sama mulia dengan ubun-ubun. Medan luas yang telah mengubankan warna-warna gairah dan pemberontakan menjadi seputih ketakberdayaan…
Kaki Pekak Degeng - Cok Gung Pramanayogi |
Jika kau uruti, urat-urat betis telah mengayuh hidupmu jutaan mil jauhnya. Bahkan lebih. Seberapa ingatkah kau pada terminal-terminal yang pernah kau singgahi? Di situ helaan-helaan nafasmu tertinggal.Berjibun bersama ribuan pelajaran penting tentang angin yang bersahabat tanpa pura-pura dengan paru-parumu.
Jika kau telisik, telusuk riwayat moyangmu jauh masuk hingga ke rusuk yang memagari jantungmu. Adalah mudah bagimu mengirim bunga doa lewat lajur-lajur di jalur itu. Tapi kerna sepanjang tidur dan jagamu, pelan-pelan telah kau pilin ayat-ayat ingatan menjadi rajutan yang seolah-olah tertata, maka tertatih-tatihlah kau merunut asal mulanya.
Sesungguhnya, menyadari telapak, tak begitu susah. Jadilah sederhana, tuntaslah sudah. Tetapi, menjadi sederhana begitu rumitnya. Kerna kau tak tekun menandai alamat-alamat di mana kau pernah singgah dan menitipkan kisah. Sementara untuk membuangnya, kau terlalu sayang pada setiap bagian yang telah menjadi sejarah dan berhala yang kau asapi dengan wangi angan-anganmu.
Tentu, tak perlu lumpuh layuh untuk mensyukuri betapa telapak kakimu yang berdebu sama mulia dengan ubun-ubun. Medan luas yang telah mengubankan warna-warna gairah dan pemberontakan menjadi seputih ketakberdayaan…
Tags
Prosa