Tentang Kehilangan

Oleh : Agung Bawantara

Kau kehilangan, kawan? Menangis, menangislah! Tak mengapa. Setelah itu, pasti kau temui rencana baik mewujud di ujung isakmu. Aku paham betapa kecewa hatimu. Sesuatu yang kau cintai dan kau rawat sepenuh jiwa raib tak tentu kotanya. Mahluk misterius dari alam tak berbentuk menitah angin usil untuk membetotnya dari genggamanmu. O, betapa perih bekas-bekas patrian antara telapak tangan dan sesuatu milikmu itu…

Kau tahu siapa mahluk misterius itu? Mungkin malaikat, mungkin pula Jin. Bisa jadi setan atau iblis. Yang pasti, ia suruhan juga. Mahluk itu takluk sujud pada sesuatu yang lain yang lebih sulit kaukenali wujud dan desaunya.

Abaikan saja. Kutahu kau muntab jika kukatakan hal itu. Sebab hatimu yang rusuh begitu ingin menelisik  musabab kehilanganmu. Dan, aku yakin kau akan memutuskan untuk memereteli tulang-belulang pembetot sesuatumu itu pada kesempatan pertama menentukan pilihan hukuman apa yang pantas untuknya.

Pastilah tak kau hiraukan bahwa tak ada sesuatu pun yang hilang dari hamparan semesta raya ini. Sesuatu, sesepele apa pun ia, tetap akan ada untuk selama-lamanya. Ia hanya berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Dari satu bentuk ke bentuk yang lain.  Dari tipuan yang satu ke tipuan yang lain. 

Dan, karena tak berada lagi dalam jangkauan mata dan telingamu, maka kau namakan itu hilang. Raib.

Tak kau hiraukan pula bisikan bahwa sesuatu yang ada dalam genggamanmu, atau genggaman siapa saja, tidak boleh berdiam selamanya di tempat itu. Ia punya masa untuk berganti rupa. Ia punya tenggat untuk beralih ruang. Maka kau harus selalu siap bagi setiap perubahan yang akan terjadi.  Sebab inilah hukum keberadaan (juga ketidakberadaan) yang tak mungkin kau tolak dengan cara apa pun. Orang-orang yang tekun menata lajur-lajur dan sulur-sulur di hati mereka akan selalu memiliki sesuatu yang baru ketika sesuatu yang lama berganti rupa dan beralih tempat. Maka jadilah begitu.

Tapi, tak apa jika kau masih tetap merasa kehilangan.  Menangislah.  Ya, menangislah sampai kau temui ada rencana baik mewujud di ujung isakmu.

Biarkan orang-orang congkak menerjemahkan tangismu sebagai kecengengan atau kelemahan diri. Hanya kau yang tahu hatimu. Hanya kau yang tahu bahwa airmata yang mengalir dari mataair sanubari adalah arus deras. Ia menggelontor sampah-sampah di pelupuk hingga terang bagimu sebuah pertanyaan yang mungkin membuatmu tersipu: "kenapa kau merasa kehilangan, sedang kau datang tanpa membawa apa-apa?"

Post a Comment

Previous Post Next Post