Musto dan Nektar Kehidupan



Dongeng karya Agung Bawantara

Jika saja Musto tak menguatkan hatinya dan memutuskan untuk menghadapi segala risiko yang akan ia hadapi selama perjalanan mencari bunga ajaib, mungkin saja Musto dan semua yang ada di koloninya sudah lampus dan punah. Begini ceritanya.


Suatu hari, di lembah yang jauh, di mana bunga-bunga liar tumbuh bebas dan angin berbisik lembut di antara daun-daun, hiduplah sebuah koloni lebah yang penuh kebahagiaan. Sarang mereka berdiri kokoh di puncak pohon tertinggi, dan setiap harinya, lebah-lebah bekerja sama dengan tekun untuk mengumpulkan nektar dan menghasilkan madu yang manis. Di antara lebah-lebah itu, ada seekor lebah muda bernama Musto. Seperti lebah lainnya, Musto sibuk dengan tugas-tugasnya, tetapi ia selalu merasa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang menunggu.


Suatu hari, tanpa peringatan, kegelapan menyelimuti sarang mereka. Wabah misterius mulai menyebar, menyerang lebah-lebah dengan cepat. Sayap-sayap mereka melemah, dan madu mereka yang biasanya manis berubah menjadi pahit. Musto menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ratu lebah, yang biasanya penuh wibawa, kini terbaring lemah di tengah sarang. Kebingungan dan ketakutan merasuki koloni.


"Apa yang akan kita lakukan?" tanya salah satu lebah dengan suara gemetar.


"Kita harus bertahan," jawab lebah lain dengan tegas, meski ia sendiri tidak yakin dengan apa yang baru saja ia ucapkan.


Namun, Musto tahu bahwa bertahan saja tidak cukup. Ia mendengar dari lebah-lebah tua tentang sebuah bunga ajaib yang tumbuh di ujung hutan, yang konon memiliki nektar yang bisa menyembuhkan segala penyakit. Tapi bunga itu tersembunyi jauh di dalam hutan yang penuh bahaya, dan tak ada satu pun lebah yang berani mencarinya.


Saat itulah Musto merasakan panggilan yang kuat di dalam hatinya. Pikirnya, jika tak ada satu pun lebah yang memberanikan diri dan situasi buruk ini terus berlangsung, maka koloni lebah ini, termasuk dirinya, hanya tinggal kenangan. Maka Musto pun memutuskan untuk mencobanya. Dengan mencoba, setidaknya terbuka kemungkinan untuk berhasil daripada tidak sama sekali. 


Namun, karena dicekam rasa takut yang menempel kuat di hatinya, malam itu Musto terbang menemui lebah tua yang bijaksana, Sage. Sage sedang duduk di sudut sarang, saat lebah mud aitu menghampirinya. Mata tua Sage yang masih awas menatap Musto dengan tajam.


"Aku tahu apa yang ada di pikiranmu, Musto," kata Sage sebelum Musto sempat membuka mulutnya. "Kamu ingin mencari Bunga Kehidupan."


"Benar, tapi aku takut, Sage," jawab Musto. "Bagaimana jika aku tidak pernah kembali?"


Sage mengangguk perlahan. "Setiap perjalanan penuh dengan risiko, anakku. Tetapi ingatlah, keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, melainkan keteguhan untuk melangkah meski rasa takut menggayuti. Bawa ini bersamamu." Sage menyerahkan sebuah peta kecil yang usang, dengan jalur menuju bunga ajaib itu. "Ini mungkin bisa membantumu."


Dengan peta di tangannya dan hati yang penuh tekad, Musto meninggalkan sarangnya di pagi buta. Angin pagi yang sejuk menyambutnya saat ia terbang menuju hutan yang gelap. Di sana, pohon-pohon berdiri seperti raksasa, dengan cabang-cabang mereka membentuk labirin yang menyesatkan. Musto mengikuti jalur di peta. Tekadnya, menemukan bunga yang bisa menyelamatkan koloninya.


Seperti yang telah ia perkirakan sebelumnya, perjalanan itu sungguh tak mudah. Di tengah hutan, Musto bertemu dengan angin badai yang datang mendadak sontak.  Angin itu merobek-robek sayapnya yang rapuh hingga tubuhnya terhempas keras di tanah. Sayapnya terasa sakit dan pandangannya pun nanar. Namun Musto tetap bertahan. Ia berusaha mengumpulkan semua tenaga  yang masih tersisa padanya. Tak ada satu pun di dalam pikirannya kecuali bagaimana menjadikan dirinya bugar kembali agar bisa melanjutkan perjalanan mencari Bunga Kehidupan. Jadi ia membiarkan seluruh tubuhnya rileks dengan pikiran terpusat pada penyembuhan.


“Aku lebih besar dan lebih kuat dari yang kubayangkan!” gumamnya berulang-ulang. 


Namun, sebelum kekuatannya pulih sepenuhnya, tiba-tiba di dalam kegelapan itu, Musto kembali mendengar suara gemuruh yang menakutkan. Begitu menolehkan pandangan ke arah suara itu, Musto terkejut luar biasa. Seekor laba-laba raksasa dengan tatapan ganas mendekat ke arahnya.


"Siapa yang berani mengganggu wilayahku?" raung laba-laba itu. Suara dalamnya bergetar di seluruh tubuh Musto.


Musto menelan ludah, menahan keberaniannya agar tak luruh. "Aku hanya seekor lebah kecil, mencari penawar untuk koloniku yang sedang sekarat," ucapnya.


Laba-laba itu tertawa, suaranya yang seram kembali menghadirkan badai di telinga Musto. "Kamu pikir aku peduli pada koloni lebahmu? Tidak ada yang keluar dari hutan ini hidup-hidup setelah masuk ke wilayahku."


Musto tahu bahwa situasi ini sungguh-sungguh serius dan ia merasa tidak mampu melawan kekuatan laba-laba itu. Tetapi ia juga tahu bahwa tidak ada waktu untuk takut. Jadi dia harus berpikir cepat untuk mengatasi keadaan. Dalam hitungan detik Musto melesat ke arah mata laba-laba, denga gesit meliuk menghindari jaring-jaring, dan menusukkan sengatnya ke tempat yang paling lembut. 


Seketika Laba-laba mengerang kesakitan dan tanpa sadar mengendorkan jebakannya. Itu memberi Musto kesempatan untuk melarikan diri.


Setelah slamat dari sergapan Laba-laba, dengan napas yang masih terengah-engah, Musto kembali terbang meneruskan misinya mencari Bunga Kehidupan. Ia terus terbang, meskipun rasa sakit di sayapnya begitu menyiksa. 


Akhirnya, setelah berjam-jam terbang yang terasa seperti berhari-hari, ia sampai di depan gua besar. Gua itu gelap dan dipenuhi tanaman berduri, tetapi di dalamnya, Musto bisa melihat pendar cahaya lembut. Di situlah bunga ajaib itu tumbuh. Dengan napas yang masih menderu, Musto terbang mendekat ke arah bunga itu. 


Tapi belum sampai jauh ia maju, tiba-tiba seekor naga tawon bertubuh besar muncul dari dalam kegelapan dan menyambarnya. Jika tak segera berkelit, pastilah Musto babak belur dibuatnya.


Naga itu mengerikan, dengan sayap besar dan sengatnya yang tajam. Matanya menyala penuh kebencian, dan suaranya menggema di seluruh gua. "Tidak ada yang boleh mengambil bunga ini! Bunga ini adalah milikku!"


Musto terbang mundur, terkejut dengan kemunculan tiba-tiba makhluk itu. Tapi ia tahu bahwa mundur bukanlah pilihan. Dengan cepat, ia menyusun rencana. 


"Aku tidak datang untuk mencuri," ujar Musto sambil berusaha keras menyembunyikan ketakutannya. "Aku datang untuk mencari bantuan. Koloniku sedang sekarat karena wabah, dan hanya bunga ini yang bisa menyelamatkan mereka," ucap Musto.


Naga tawon itu tertawa sinis. "Banyak yang telah mencoba, tak satupun pulang dengan selamat. Kamu tidak akan berbeda dengan mereka."


Pertarungan tak terelakkan. Musto terbang dengan lincah, menghindari sengatan naga tawon yang mematikan. Ia tahu ia tidak bisa mengalahkan makhluk itu dengan kekuatan, jadi ia menggunakan kecerdikannya


Dengan satu gerakan cepat, Musto terbang menuju cahaya yang memancar dari bunga ajaib itu, berharap bisa membingungkan naga tawon yang mengejarnya. Naga tawon, yang dipenuhi kemarahan dan kesombongan, terbang dengan ganas mengejar Musto, berusaha menangkapnya dengan sengatan mematikan. Namun, Musto menggunakan ukuran tubuhnya yang kecil dan kelincahannya untuk bermanuver di udara, mengelak dari setiap serangan yang datang.


Saat naga tawon semakin mendekat, Musto berpura-pura terbang menuju dinding gua yang dipenuhi duri-duri tajam. Tepat saat naga tawon itu hampir menangkapnya, Musto berputar tajam di udara, membuat naga tawon itu terbang langsung ke arah duri-duri tersebut. Naga tawon yang besar dan berat tidak sempat menghentikan lajunya, dan ia tersangkut di antara duri-duri yang tajam itu. Dengan erangan penuh kemarahan dan kesakitan, naga tawon itu berusaha melepaskan diri, tetapi duri-duri yang melilit tubuhnya terlalu kuat.


Musto, meski kelelahan, tahu bahwa inilah kesempatan terakhirnya. Ia terbang mendekati Bunga Kehidupan yang bersinar lembut di tengah gua. Bunga itu memancarkan aroma yang menenangkan, seolah-olah menyimpan seluruh kekuatan alam di dalamnya. Dengan penuh hormat, Musto mengumpulkan nektar dari bunga tersebut, memastikan ia tidak membuang setetes pun. Ia tahu bahwa setiap tetes nektar ini bisa menyelamatkan koloninya yang sedang sekarat.


Setelah mengumpulkan cukup nektar, Musto segera bergegas keluar dari gua. Waktu sungguh-sungguh berharga saat ini. Setiap detik yang berlalu bisa berarti kematian bagi lebah-lebah di koloninya. Terbang dengan sekuat tenaga, Musto menembus hutan gelap dan penuh bahaya, melewati semua rintangan yang sebelumnya ia hadapi. Meski tubuhnya lelah dan sayapnya hampir tidak bisa lagi mengepak, Musto tidak mengijinkan dirinya berhenti.


Ketika akhirnya sarangnya tampak di kejauhan, hati Musto seketika berlimpah harapan. Namun, ketika ia mendekat, pemandangan yang menyedihkan menyambutnya. Sarang yang dulu meriah dengan kehidupan kini hampir hancur. Lebah-lebah terbaring lemah, hanya beberapa yang masih memiliki kekuatan untuk bergerak. Musto mempercepat terbang ke tengah sarang, di mana ratu lebah yang sangat lemah menunggunya.


Dengan hati-hati, Musto mulai memberikan nektar ajaib dari Bunga Kehidupan kepada ratu lebah dan kemudian kepada setiap lebah lainnya. Perlahan-lahan, kekuatan mereka mulai kembali. Lebah-lebah yang tadinya tak berdaya mulai bergerak dengan lebih kuat, dan warna-warna cerah kembali ke tubuh mereka. Lalu, lebah-lebah yang telah lebih sehat, segera membantu Musto membagikan nektar ajaib kepada lebah lain yang masih lemah. Begitu seterusnya hingga semua lebat mendapat nektar ajaib dan menjadi sehat karenanya. Madu yang sebelumnya pahit pun kini berubah manis kembali, dan sarang itu mulai berdetak dengan kehidupan baru.


Ratu lebah yang kini pulih sepenuhnya memanggil Musto ke hadapannya. "Kamu telah menyelamatkan kita semua, Musto. Apa yang telah kamu lakukan tidak akan pernah terlupakan. Karena keberanian dan keteguhan hatimu, koloni kita kembali hidup."


Musto hanya tersenyum, merasakan kelegaan yang dalam. "Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Kita semua harus berjuang untuk apa yang kita cintai."


Dari hari itu, Musto dikenal sebagai pahlawan di koloninya. Ia tidak lagi dianggap sebagai lebah biasa, tetapi sebagai simbol keberanian dan ketekunan.***  

Tags