Dongeng oleh Agung Bawantara
Suatu masa, di tengah hamparan lautan luas, seorang pelaut terombang-ambing. Perahunya rusak parah, layarnya robek dikoyak badai. Berhari-hari ia terkatung-katung, terjebak di antara langit biru dan lautan tak berujung. Hari-hari berlalu tanpa makanan atau setetes air. Dalam kesendiriannya, ia menatap cakrawala, berharap ada tanda kehidupan.
Pada hari ke17, mata lelahnya menangkap sesuatu di kejauhan—sebuah pulau kecil, dengan pohon kelapa yang menjulang tinggi seakan melambai kepadanya. Hatinya melonjak. "Akhirnya, aku menemukan pulau," gumamnya, sambil mengarahkan perahu yang hampir tenggelam itu menuju daratan.
Sementara itu, di pulau kecil yang tandus itu, seorang lelaki telah tinggal sendirian setelah terdampar di situ bertahun lalu. Untuk bertahan hidup, setiap hari ia memakan buah kelapa dan meminum airnya atau daun tumbuhan yang dapat dimakan yang tumbuh di sekitar situ. Meski tubuhnya kurus dan legam terbakar matahari, jiwanya tetap hidup oleh harapan yang tak pernah padam. Hari itu, seperti biasa, ia duduk di bawah pohon kelapa berharap ada pertolongan yang dapat membawanya pulang ke kampung halaman.
Tiba-tiba, di kejauhan, tampak sebuah perahu terombang-ambing mendekati pulaunya. Mata lelaki tua itu melebar, hatinya melonjak kegirangan. Ia berdiri dengan tergesa dan berjingkrak-jingkrak di pantai berpasir, berharap sang pelaut melihatnya.
"Woiiii... Siapa pun di perahu, tolong bawa saya keluar dari pulau ini!" teriaknya dengan suara serak, tangannya melambai-lambai penuh semangat.
Si lelaki terlihat sungguh girang, "Akhirnya ada perahu datang kemari!"
Sementara dari atas perahu yang semakin mendekat, si Pelaut melihat sosok lelaki tua yang melambaikan tangan di tepi pantai. Dalam benaknya, pulau ini bukan hanya tempat perlindungan dari maut, tetapi juga kesempatan baru. Di sisi lain, bagi si Lelaki, perahu itu bukan hanya sebuah tumpangan keluar dari pulau tandus, melainkan jalan menuju kebebasan dan kehidupan lebih baik. Mereka berdua saling mengira bahwa satu sama lain membawa keselamatan.
Ketika akhirnya perahu merapat ke pantai, keduanya sadar bahwa mereka sama-sama mencari pelarian dari kesepian dan keputusasaan dalam keadaan yang berbeda.
"Apakah kau bisa membawaku keluar dari Pulau Batu ini?" tanya si lelaki dengan harapan yang berkilau di matanya.
Pelaut itu tersenyum lemah, dan berkata, "Perahuku rusak, aku justru berharap pulau ini bisa menyelamatkanku."
Lalu keduanya terdiam. Keduanya merasa harapan mereka seketika luluh. Namun beberapa saat kemudian mereka memilih kembali bersemangat. Sambil berbagi remah-remah yang masih bisa dimakan, keduanya saling bertukar cerita.
Mereka sama-sama belum tahu apa yang harus mereka kerjakan selanjutnya. Tapi setidaknya mereka berdua masing-masing merasa punya teman. Siapa tahu esok atau lusa ada jalan keluar yang mereka temukan dari kebersamaan itu. []