Dongeng karya Agung Bawantara
Di sebuah negeri yang selalu dilanda hujan, terdapat sebuah kerajaan yang diperintah oleh Raja Naga. Di bawah kekuasaannya, rakyat hidup dalam bayang-bayang ketakutan, karena setiap kali mereka berani bermimpi, hujan akan turun semakin deras, seolah-olah langit ikut menangis bersama mereka.
Di tengah kegelapan itu, lahirlah seorang putri yang diberi nama Sanda. Ayah Sang Putrilah raja sesungguhnya. Namun ia kalah oleh serbuah Raja Naga dan kini hidup sebagai tawanan.
Sejak kecil, Putri Sanda sudah akrab dengan penderitaan rakyatnya. Namun, alih-alih merasa sedih dan takut, Sanda justru tumbuh dengan keyakinannya sendiri yang sangat kuat: membawa terang bagi negeri tercintanya.
Suatu hari, saat usianya menginjak 10 tahun, Sanda keci, bertanya kepada ibunya, "Ibu, mengapa hujan tak pernah berhenti? Mengapa rakyat selalu menangis?"
Ibunya mengusap kepala Sanda dengan lembut. "Hujan ini adalah tangisan langit, Nak. Tangisan dari hati-hati yang patah. Tapi di atas awan yang kelabu itu, matahari tetap bersinar, menunggu bumi di sini siap menerimanya."
Kata-kata itu tertanam dalam di hati Sanda. Ketika dia tumbuh dewasa, dia mulai berbicara kepada rakyatnya, menanamkan harapan di hati mereka. “Jangan biarkan hujan memadamkan semangat kalian. Di balik setiap tetes air, ada matahari yang siap untuk bersinar lagi. Kita hanya perlu menunggu dan menjaga api kecil ini tetap menyala,” katanya dengan penuh keyakinan.
Raja Naga yang mendengar desas-desus tentang Sanda mulai merasa terganggu. "Apakah kalian mendengar suara itu?" dia menggeram pada para penasehatnya. "Gadis itu harus dihentikan sebelum rakyat mulai bermimpi lagi."
Maka, Raja Naga mengirimkan para prajuritnya untuk menangkap Sanda. Mereka memenjarakannya di puncak gunung tertinggi, di mana hujan turun tanpa henti dan angin menderu seperti serigala lapar.
Di dalam penjara dingin itu, Sanda tetap teguh. Setiap hari, dia berbicara dengan dirinya sendiri, mengingat kata-kata ibunya. “Aku akan selalu teguh,” bisiknya. “Hujan ini hanya sementara. Aku adalah matahari yang akan bersinar kembali.”
Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, dan Sanda membuktikan dirinya bener-benar teguh. Melihat itu, suatu hari, seorang prajurit tua yang ditugasi mengawasi Sanda, tidak tahan melihat penderitaannya. Ia mendekat dan bertanya, "Apa yang membuatmu bertahan, Putri?" Ada nada simpati pada bisikan prajurit tua itu. "Tak ada jalan keluar dari tempat ini. Mengapa kau begitu yakin pada harapanmu?"
Sanda menatap prajurit tua itu dengan matanya yang cemerlang. "Karena harapan adalah satu-satunya yang tidak bisa diambil dari kita. Meski kau di sini untuk mengawasi, aku tahu kau juga merasakan ketidakadilan ini. Apakah kau tak ingin melihat matahari bersinar lagi di negeri ini?"
Prajurit tua itu terdiam. Dia tahu apa yang dikatakan Sanda benar, namun ketakutan akan Raja Naga menahan lidahnya. "Aku hanya seorang prajurit, Putri. Apa yang bisa kulakukan?"
“Jadilah api kecil di dalam hatimu sendiri, Pak Tua. Itu saja sudah cukup,” jawab Sanda dengan tenang.
Apa yang membuat Sanda begitu kuat? Setiap hari dia menjaga harapan di dalam hatinya. Dia tidak membiarkan sedetik pun rasa takut atau kesepian meringkus dirinya. Meski sendirian, dia selalu ingat bahwa dia memiliki kekuatan besar di dalam hatinya—kekuatan untuk tetap berharap.
Hari berganti hari, tahun berganti tahun, Sanda tetap teguh. Hingga suatu malam yang sangat gelap, ketika hujan turun lebih deras dari yang pernah terjadi, Sanda merasakan sesuatu yang luar biasa dalam dirinya. Tubuhnya memancarkan cahaya hangat, dan perlahan-lahan, dia berubah menjadi burung Phoenix yang indah, dengan sayap cahaya yang sangat terang.
Burung Phoenix itu terbang tinggi ke langit, memutus rantai-rantai yang mengikatnya. Dia terbang ke luar dari penjara menembus langit yang gelap. Setiap kibasan sayapnya membuat hujan berhenti, dan menyisisihkan awan-awan kelabu yang selama ini menutupi negeri. Rakyat yang melihat burung Phoenix terbang di langit, terkesima.
"Matahari bersinar! Matahari kembali bersinar!" teriak seorang ibu dengan nada girang. Itulah untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, hujan berhenti. Langit kelabu berubah cerah, dan sinar matahari kembali menghangatkan tanah yang telah lama menggigil.
Raja Naga melihat burung Phoenix itu dan merasa sangat takut. "Apa ini? Siapa yang berani melawanku?" dia menggeram. Tapi burung Phoenix itu tidak takut. Dia terbang lebih dekat, dan setiap kibasan sayapnya membuat kekuatan Raja Naga semakin memudar. Akhirnya, Raja Naga jatuh ke tanah dan hilang selamanya.
Setelah Raja Naga kalah, rakyat bersorak gembira. Mereka tahu bahwa burung Phoenix itu adalah Sanda, putri yang tidak pernah menyerah. Dia telah berubah menjadi burung ajaib karena kekuatan harapan dan keteguhan hatinya.
Sanda, dalam bentuk burung Phoenix, terbang menjauh, meninggalkan negeri itu dalam kedamaian dan kebahagiaan. Meski dia tidak kembali ke istana, rakyat selalu mengingat Sanda sebagai simbol harapan yang abadi.***