Bagi Bante Giri Rakhito Mahatera, AAG Oka, IBG Dwipa
(1)
kenapa kau berhenti berkesuir, jengkerik
akan menulis yang salahkah aku
kuharap, sementara kueja mimpi
kau berdoa bagi keselamatan daun pintu dan kusen
yang memberimu celah menari
pernah kudengar arti doa katak bagi seorang rahib
tapi tetap tak kupahami makna diam dan kesuirmu
bagi tidur dan jagaku
suatu hari kita akan bisa bercakap-cakap dengan karib, jengkrik
biarlah kini kita tak saling bersapa
asal, sementara kueja mimpi
kau rapal doa bagi apa pun
pakailah seluruh celah di kamar sunyiku
kelak kita akan bersama ke pusat suara, jengkrik
01.00 WIB
(2)
rumah tua ini kesepian sungguh, jengkerik
para jompo kelelahan melawan renta
rumput sejanggut dipatuk kantuk
pot bunga penuh gulma hilang rasa
dinding-dinding mimpi susut jadi lumut
segera kesuirkan, jengkerik
mestinya ke tanah saja
agar tak sesat segala riwayat
01.14 WIB
(3)
kesuirmu melintasi sujudku
(entah benar ini bernama sujud
yang pasti aku bersila dan jinakkan rasa)
terpesona, kuhentikan sekaligus dua hal: diamku dan gerakmu
siapa tahu kita bisa saling menyempurnakan
01.20 WIB
(4)
dari rumah peristirahatan matahari
berjalan aku melintasi perkantoran ini
entah apa, kantor polisi sepertinya
ada tahanan, ada pula jenderalnya
ruang ke ruang kumasuki
malam ini semua tengah bahagia
pertunjukan digelar, kursi tertata sama rata
“inilah sel ternyaman yang kukenal,” gumam seorang tahanan
aku menabik ketika memasuki kabel-kabel cahaya
kutelusup ruang-ruang
tapi di sebuah sel, keributan terjadi
seorang tahanan membacakan kesaksian dan udara menaburinya sambutan
“tertiblah, begundal!” seorang kopral memamerkan pangkat
badan tinggi besar menopang suaranya yang lantang
“ini puisi, berhentilah memaki!” bantahku dengan keberanian setengah hati
seringainya dan seringaiku pun berhadapan
kuhadang kegeramannya dengan kegeraman pula
sudah terlambat untuk gentar
untunglah suaramu, jengkerik, meluluhkan kami jadi keringat
01.50 WIB
Tags
Puisi